Mengenal Blangkon Yogyakarta dan Filosofinya

Sebelum mengenal blangkon Yogyakarta serta filosofinya, terlebih dahulu memahami arti blangkon.

Blangkon adalah salah satu bagian dari pakaian adat Jawa yang digunakan kaum laki laki sebagai penutup kepala.

Jika menilik dari bentuk blangkon, blangkon dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan ciri khas bentuknya. Yaitu blangkon Yogyakarta, blangkon Solo, blangkon Kedu, dan blangkon Banyumasan.

Dilihat dari bentuknya, blangkon ada yang memiliki tonjolan di bagian belakang. Tonjolan tersebut menandakan model rambut pria zaman dulu yang sering mengikat rambut panjangnya di bagian belakang kepala. Sehingga ikatan rambut tersebut terlihat tersembul pada bagian blangkon.

Dari sejumlah tipe blangkon, memang ada yang menggunakan tonjolan yang kerap disebut sebagai mondholan.

Dikutip dari berbagai sumber, mondholan yang terdapat pada bagian belakang blangkon menandakan model rambut pria pada zaman dahulu. Dahulu banyak pria berambut panjang dan mengikatnya.

Ikatan rambut tersebut tentunya harus kencang supaya tidak lepas, lantas ada pula yang menyelipkan ikatan rambutnya di dalam bagian dalam blangkon, sehingga terlihat rapi.

Mengenal Blangkon Yogyakarta

Ada keistimewaan dalam pembuatan blangkon, yaitu adanya makna dan filosofi mendalam yang mensiratkan pengharapan dalam nilai-nilai kehidupan.

Menurut masyarakat Jawa zaman dahulu meyakini bahwa kepala seorang pria memiliki makna yang khusus. Sehingga penggunaan blangkon sebagai penutup kepala menjadi pakaian sehari-hari.

Dalam pembuatan blangkon pun dahulu tidak bisa dilakukan sembarang orang karena terdapat aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat Jawa.

Dalam pembuatan blangkon, dahulu hanya bisa dilakukan atau dibuat oleh seniman yang paham betul serta memiliki keahlian terkait ketentuan yang diperbolehkan membuat blangkon.

Blangkon sendiri terbuat dari kain yang berbentuk persegi yang kemudian difungsikan untuk kain pengikat atau udeng. Kain tersebut mempunyai ukuran 105 cm x 105 cm.

Namun, blangkon zaman sekarang mayoritas sudah menggunakan lebih sedikit kain, yaitu hanya setengah ukuran dari yang semestinya.

Adapun standar ukuran untuk pembuatan blangkon dahulunya di ukur dari jarak antara garis melintang dari telinga kanan hingga ke telinga kiri, dan melintasi ubun-ubun kepala melalui dahi.

Ketentuan tersebut pun tentunya selain ditujukan pada nilai estetika busana penutup kepala, juga memiliki pengarih yang besar terhadap nilai blangkon itu sendiri.

Semakin memenuhi ketentuan atau aturan dalam proses pembuatan blangkon, maka akan semakin tinggi pula nilai makna dari blangkon tersebut.

Dan pada zaman modern sekarang ini, blangkon memiliki corak motif yang menambah keindahan. Selain itu pada perkembangannya, pada blangkon juga terdapat merek atau brand dari perajinnya.

Makna Bentuk Blangkon Yogyakarta

Seperti diketahui, bentuk blangkon Yogyakarta memiliki ciri khas yang sangat mudah dikenali dan dibedakan dari blangkon daerah lainnya.

Yang menjadi ciri dari blangkon Yogyakarta di antaranya, di bagian belakang terdapat mondolan.

Mondolan adalah istilah yang digunakan sebagai penyebutan tonjolan yang terapat pada bagian belakang blangkon Yogyakarta.

Mondolan ini pada umumnya berbentuk bulat agak lonjong yang berisi kain yang besarnya kira-kira sebesar telur.

Untuk blangkon model tersebut, biasanya dikenakan oleh para bangsawan keraton di Yogyakarta.

Namun, saat ini banyak perajin blangkon Jogja yang memproduksi masal atau dalam jumlah banyak untuk dijual kembali.

Biasanya blangkon digunakan sebagai pelengkap kostum busana Jawa pada acara-acara tertentu. Misalnya, pernikahan, upacara adat kejawen, pementasan, dan lain sebagainya.

Motif Pada Blangkon Yogyakarta

Ada sejumlah motif pada blangkon Yogyakarta, yaitu:

Motif Truntum, adalah motif batik blangkon yang memiliki corak bunga-bunga kecil. Motif tersebut menggambarkan bintang di malam hari. Motif jenis ini cocok dipadu padankan dengan pakaian adat Jawa yang dominan berwarna gelap.

Motif truntum memiliki makna bahwa kehidupan manusia tidak akan terlepas dari dua hal, yaitu kaya miskin, gelap terang, suka duka, dan lain sebagainya.

Motif Modang, memiliki makna kesaktian untuk meredam angkara murka sebelum mengalahkan musuh dari luar, yaitu harus mengalahkan musuh dari diri sendiri terlebih dahulu.

Motif Blumbang, diambil dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat penampungan air. Dan air sendiri merupakan salah satu sumber kehidupan.

Motif Celeng Kewengen, menggambarkan keberanian, sifat jujur, polos dan apa adanya.

Motif Kumitir, menggambarkan orang yang tidak mau berdiam diri dan ingin selalu berusaha keras dalam menjalani hidupnya.

Itulah penjelasan terkait mengenal blangkon Yogyakarta dan filosofinya yang dapat dijadikan pembelajaran dan penambah wawasan akan budaya Jawa.

Jika Anda ingin membeli blangkon berkualitas dan koleksi yang lengkap silahkan langsung saja berkunjung ke Hamzah Batik Malioboro sembari menikmati aksi atraksi budaya Jawa yang rutin digelar.

Hamzah Batik Menyediakan Aneka Ragam Blangkon

Di era zaman yang semakin maju seperti sekarang ini, blangkon sudah tidak banyak lagi diproduksi oleh perajin UMKM. Namun terdapat salah satu perajin blangkon asal Yogyakarta yang sudah lama bermitra dengan @hamzahbatikofficial.

Dengan adanya Hamzah Batik sebagai ruang bagi pelaku UMKM, diharapkan dapat meningkatkan daya jual produk kreatif mereka.

Bangga memakai produk lokal dan Dukung Produk UMKM. Temukan koleksi blangkon lainnya di Hamzah Batik Malioboro, anda juga bisa belanja oleh-oleh andalan khas Jogja lainnya. Yaitu ragam batik khas Jogja, cinderamata unikoleh-oleh camilan jadul, aneka jamu, dan minyak herbal, dan aneka kerajinan lainnya.

Informasi lengkap dan ter-update jadwal pertunjukan seni dan promo setiap bulannya di Hamzah Batik Malioboro, bisa follow Instagram @hamzahbatikofficial.

Untuk pemesanan tiket, khusus pertunjukan seni Sendratari Sang Hanoman, Sendratari Gatotkaca, dan Raminten Cabaret Show maupun Belanja Online bisa melalui desty.page/hamzahbatikofficial atau menghubungi whatsapp 08112544239/ 08112544245.***

 

/taw.