Misteri dan Mitos Bulan Suro dalam Tradisi Jawa

Bulan Suro atau Muharram dalam kalender Islam bukan sekadar penanda awal tahun dalam penanggalan Jawa, tetapi juga merupakan bulan yang diselimuti aura mistis dan spiritual yang kuat. Dalam budaya Jawa, Bulan Suro dikenal sebagai bulan yang sakral, penuh pantangan, serta dipercaya menjadi waktu bersemayamnya kekuatan gaib dan arwah leluhur. Banyak mitos berkembang di masyarakat Jawa tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama Bulan Suro. Artikel ini mengulas secara lengkap berbagai mitos tersebut beserta latar budaya dan ritualnya.


Asal-Usul Bulan Suro dalam Tradisi Jawa

Penanggalan Jawa diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram pada abad ke-17 dengan menggabungkan sistem kalender Islam (Hijriyah) dan kalender Saka (Hindu-Buddha). Bulan pertama dalam kalender ini adalah Suro, yang berasal dari kata Arab “Asyura”, mengacu pada tanggal 10 Muharram.

Sultan Agung menetapkan Bulan Suro sebagai bulan spiritual, waktu untuk menenangkan diri, berdoa, dan menghubungkan diri dengan kekuatan alam dan leluhur. Hingga kini, masyarakat Jawa masih mempertahankan berbagai kepercayaan dan ritual terkait bulan ini.


Mitos dan Pantangan di Bulan Suro

1. Dilarang Mengadakan Pernikahan

Salah satu mitos paling populer adalah larangan untuk menikah di Bulan Suro. Masyarakat percaya bahwa menikah di bulan ini bisa membawa kesialan atau kehancuran rumah tangga. Sebab, Suro adalah bulan kontemplasi dan ritual, bukan bulan untuk perayaan dan pesta.

2. Pantang Pindah Rumah

Pindah rumah atau membangun rumah di Bulan Suro juga dianggap sebagai tindakan yang bisa mengundang mara bahaya. Energi gaib yang kuat pada bulan ini dipercaya bisa mengganggu ketenteraman keluarga baru jika tidak dihormati.

3. Dilarang Keluar Malam, Terutama Malam 1 Suro

Malam 1 Suro dianggap sebagai malam sakral ketika alam gaib terbuka lebar. Masyarakat percaya bahwa arwah leluhur dan makhluk halus berkeliaran pada malam ini. Maka, anak-anak dilarang bermain di luar rumah dan masyarakat dianjurkan untuk berdiam diri serta berdoa.

4. Menghindari Potong Rambut dan Kuku

Memotong rambut atau kuku pada malam hari di Bulan Suro dipercaya bisa membuka celah gangguan dari makhluk halus. Meski terdengar mistis, larangan ini masih dipatuhi oleh sebagian masyarakat Jawa.

5. Menjaga Lisan dan Perilaku

Masyarakat diimbau untuk menjaga tutur kata, tidak marah, serta menghindari tindakan buruk karena dipercaya bahwa energi di Bulan Suro bisa mempercepat datangnya balasan atas perbuatan.


Ritual dan Tradisi Sakral di Bulan Suro

Tapa Bisu Mubeng Beteng

Di Keraton Yogyakarta, tradisi Mubeng Beteng dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng keraton dalam keheningan total. Ini menjadi simbol perjalanan batin untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Jamasan Pusaka

Ritual pembersihan pusaka seperti keris, tombak, dan gamelan dilakukan untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan energi spiritual yang diyakini bersemayam dalam benda-benda tersebut.

Labuhan

Tradisi melarung sesaji ke laut (seperti Pantai Parangkusumo) atau gunung (seperti Merapi dan Lawu) sebagai bentuk penghormatan kepada penguasa alam dan permohonan keselamatan bagi masyarakat.

Kungkum dan Tirakatan

Beberapa orang memilih berendam di mata air keramat (kungkum) pada malam hari untuk membersihkan diri secara spiritual, atau melakukan tirakatan dengan berpuasa dan doa semalam suntuk.


Kisah Mistis dan Legenda di Balik Bulan Suro

Masyarakat Jawa mengenal banyak kisah mistis terkait Bulan Suro. Salah satu yang terkenal adalah mitos Lembu Suro, sosok makhluk gaib yang dipercaya muncul di sekitar Gunung Kelud dan menuntut tumbal jika tradisi tidak dilakukan.

Ada pula kepercayaan bahwa arwah leluhur “pulang” ke rumah saat malam 1 Suro. Karenanya, banyak orang menyiapkan sesaji atau menyalakan kemenyan untuk menyambut mereka.


Pandangan Agama dan Ilmu Sosial

Secara agama, terutama dalam Islam, tidak ada larangan atau pantangan khusus di Bulan Muharram, bahkan sebaliknya, dianjurkan untuk memperbanyak amal baik dan berpuasa. Oleh karena itu, sebagian ulama menyebut kepercayaan mistis terhadap Bulan Suro sebagai bentuk syirik jika diyakini melebihi kekuasaan Tuhan.

Namun, secara sosial-budaya, mitos-mitos Bulan Suro dianggap sebagai bentuk kontrol sosial, upaya pelestarian tradisi, dan momentum refleksi batin.

Toko Batik dan Oleh-oleh Khas Jogja

suasana toko Hamzah Batik

Ketika berlibur di Jogja untuk mengikuti tradisi malam satu Suro, jangan lupa untuk mengunjungi Hamzah Batik. Karena Anda dapat menemukan beragam baju dan kain meteran dari batik dan beragam oleh-oleh khas Jogja. Berlokasi di Malioboro depan pasar Beringharjo, Hamzah Batik menyediakan beragam oleh-oleh Jogja seperti batik, camilan, kerajinan, dan cinderamata khas Jogja.

Kunjungi toko Hamzah Batik di Malioboro depan pasar Bringharjo, atau pesan melalui WhatsApp di 08112544239 atau 08112544245. Untuk bantuan atau saran selama berbelanja, hubungi Customer Service di WA 081128293456 atau melalui email cs@hamzahbatik.co.id.