Sejarah Gudeg dan Filosofinya yang Sarat Makna untuk Masyarakat Yogyakarta

Kenali sejarah gudeg dan filosofinya sebagai kuliner khas Yogyakarta. (IG @hamzahbatikofficial)

Sejarah gudeg dan filosofinya menjadi bagian penting yang sebaiknya jangan dilewati para pelancong di kota Jogja.

Sejarah gudeg penting diketahui agar mengetahui asal usul, perjalanan kuliner khas yang kemudian menjadi salah satu warisan kuliner yang dimiliki Yogyakarta.

Bagi penikmat kuliner daerah, tentunya penasaran bagaimana sejarah gudeg. Mulai dari asal mula pemberian nama hingga proses pembuatannya.

Gudeg lebih dari sekedar makanan khas tradisional, namun keberadaannya juga melegenda. Tidak heran, bila gudeg menjadi tujuan kuliner fenomenal yang ada di Jogja dan sekitarnya.

Sejarah Gudeg Makanan Khas Yogyakarta

Sebagai makanan khas Jogja yang melegenda sampai sekarang ini, tentu gudeg kaya akan nilai sejarah.

Bagaimana tidak, gudeg memiliki berbagai versi cerita sejarah yang berbeda. Namun pada akhirnya gudeg tetap mengalami inovasi yang membuatnya tetap fenomenal.

Ada sejarah yang menyebutkan bahwa gudeg sudah ada sebelum kesultanan Jogjakarta dan kesultanan Surakarta berdiri.

Pada beberapa versi sejarah gudeg lainnya, menyebutkan bahwa gudeg sudah ada sejak masa kerajaan Panembahan Senopati yang merupakan Raja Pertama Mataram Islam. Saat itu Panembahan Senopati bersama tokoh lainnya, seperti Ki Ageng Pemanahan tengah membuka alas mentaok dengan cara membabat, untuk bisa mendirikan istana.

Namun justru menemukan banyak pohon Nangka dan kelapa, yang kemudian diolah menjadi gudeg.

Ada juga sejarah versi lain, meyakini bahwa gudeg telah ada sejak masa Kesulltanan Agung Hanyokrokusumo yang merupakan cucu Panembahan Senopati. Di masa itu, gudeg menjadi makanan bagi para prajurit yang bertugas menyerang para VOC Belanda di Batavia.

Hanya saja, untuk versi ini diragukan. Lantaran di masa Kesultanan Agung Hanyokrokusumo baru ada gudeg basah, yang tidak tahan lama. Padahal penyerangan ke Batavia membutuhkan waktu dan jarak yang tidak sebentar.

Selain itu, masih ada versi sejarah gudeg yang lain, yaitu berdasarkan Naskah Serat Centhini yang mengungkapkan bahwa gudeg mulai dikenal tahun 1819, sebagai makanan khas rakyat di wilayah Jogja dan Jawa Tengah.

Nama gudeg, berasal dari cara memasaknya yang diaduk-aduk cukup lama di atas kayu besar, agar gudeg tidak gosong. Dalam hal ini, penyebutan diaduk dalam Bahasa Jawa ialah di udek. Sehingga disebutlah sebagai gudeg.

Secara garis besar, gudeg merupakan makanan rakyat, karena bahan baku utamanya sangat mudah ditemukan, bahkan tumbuh di halaman rumah. Hal ini tidak lepas dari keluasan rumah orang Jawa dengan halaman yang bisa ditumbuhi berbagai tanaman, termasuk pohon Nangka dan kelapa.

Sementara sejarah gudeg dari kacamata jenis dan inovasi, yang paling pertama ada ialah gudeg basah atau nyemak. Gudeg basah ini disajikan dengan areh agak encer. Kekurangan gudeg ini tidak tahan lama, oleh karenanya tidak bisa dijadikan sebagai oleh-oleh.

Sehingga muncul inovasi untuk menciptakan gudeg kering, agar bisa bertahan lama. Hanya saja proses memasaknya cukup lama, karena menunggu kuahnya sampai kering yang menjadikan gudeg ini memiliki warna coklat pekat, dengan rasa lebih manis.

Inovasi gudeg kering terus berkembang, hingga tercipta yang namanya gudeg kaleng.

Selain gudeg basah dan gudeg kering, ada jenis gudeg lainnya yakni gudeg manggar yang

dimasak dengan putik bunga kelapa. Hanya saja, untuk gudeg manggar ini sudah cukup sulit ditemukan di Jogja. Jika pun ada biasanya gudeg manggar ini bisa ditemukan di restoran atau hotel-hotel berbintang di Jogja.

Kuliner Berfilosofi Sarat Makna

Kekayaan makna dari sejarah gudeg dan filosofinya, tercermin dari proses memasak gudeg yang memakan waktu cukup lama. Membuat makanan khas Jogja ini memiliki makna yang menyentuh nilai kehidupan.

Pengolahan gudeg yang panjang dan perlu diaduk secara berulang-ulang. Secara tidak langsung mencerminkan sebuah filosofi Jawa yang dipenuhi dengan ketenangan jiwa, kesabaran, ketelitian dalam melakukan hal apapun, tidak terburu-buru dan ceroboh.

Filosofi tersebut, menjadikan gudeg khas Jogja sebagai simbol kesempurnaan proses memasak khas ala Jawa.

Gudeg Jadi Kuliner Khas Jogja

Kekhasan yang dimiliki gudeg, membuat makanan ini selalu menjadi tujuan kuliner nomor satu yang banyak dicari pelancong. Berbahan baku utama Nangka muda, yang dipotong-potong dan direbus menggunakan campuran gula merah dan santan. Diproses dengan api kecil dalam hitungan jam, membuat makanan ini begitu khas. Terlebih lagi, jika di masak memakai wadah dari periuk tanah liat, yang ditaruh di atas tungku, kian menambah cita rasa gudeg Jogja.

Berciri khas warna coklat pekat dan dibungkus memakai daun pisang. Sebagai wadahnya, gudeg khas Jogja ditempatkan dalam kendil dan/atau besek untuk porsi berukuran besar.

Rasa khas yang manis, bertekstur halus menandakan proses memasak gudeg yang cukup lama.

Proses mengolah dan memasak yang berbeda dari makanan pada umumnya itu, pada akhirnya mampu membuat gudeg menjadi kuliner khas Jogja yang banyak diburu pelancong, termasuk masyarakat lokalnya sendiri.

Rekomendasi Kuliner Gudeg di Yogyakarta

Berangkat dari sejarah gudeg dan filosofinya, tidak heran jika kuliner khas ini bisa menjamur di berbagai sudut kota Jogja. Namun, sudah tentu ada beberapa tempat makan gudeg yang rekomendasi untuk dicoba.

Pertama, ada Gudeg Mbah Lindu, yang beralamat di Jalan Sosrowijayan No.41 -43 Sosromenduran, Gedong Tengen. Gudeg Mbah Lindu ini terkenal enak dan legendaris karena sudah 100 tahun berjualan gudeg di Jogja.

Keunikan gudeg Mbah Lindu ini memiliki kondimen tambahan, yaitu daun papaya. Gudeg Mbah Lindu, termasuk gudeg kering. Tempat kuliner ini tidak pernah sepi pelanggan dan tidak membuka cabang di tempat lain.

Kedua, Gudeg Yu Djum, salah satu tempat kuliner gudeg yang sudah ada sejak tahun 1950an. Keunggulan gudeg Yu Djum, bukan hanya bisa makan ditempat, namun juga bisa dikemas sebagai buah tangan. Tidak hanya itu, Gudeg Yu Djum ini memiliki beberapa cabang yang bisa ditemui di Jogja, salah satunya dekat Yogyakarta International Airport.

Ketiga, Rumah Makan Gudeg Pawon adalah salah satu tempat kuliner gudeg yang bisa dikatakan unik. Berlokasi di jalan Janturan UH/IV No.36 Warungboto, Umbulharjo, Gudeg Pawon menawarkan konsep penuh kehangatan, di mana pelanggan bisa langsung menengok dapur tempat proses memasak gudeg. Serta, merasakan sensasi makan gudeg langsung dari dapurnya, dengan masih hangat-hangat.

Rekomendasi tempat kuliner gudeg di atas, hanya baru sebagian kecil dari banyaknya penjual gudeg di Kota Jogja yang di mana setiap tempatnya tidak pernah sepi dari pembeli.

Sejarah gudeg dan filosofinya berhasil membuktikan bahwa kuliner khas Jogja ini tidak pernah lekang tertelan waktu. Akan selalu ada pelanggan yang berburu kekhasan gudeg sebagai makanan rakyat Jawa ini!

Namun jika Anda ingin menemukan beragam merek gudeg di satu tempat, datang saja ke Hamzah Batik Malioboro. Di sini Anda akan menemukan gudeg kemasan praktis baik kaleng maupun siap saji yang praktis yang cukup dipanaskan saja.

Gudeg kaleng ini tentunya sangat cocok dijadikan oleh-oleh karena tahan lama dan sangat praktis dibawa kemana saja tidak membutuhkan space yang besar.

Akan tetapi jika Anda tidak sempar berkunjung ke Hamzah Batik untuk membeli gudeg kaleng yang tersedia, Anda bisa memesannya secara online melalui whatsapp 08112544239 / 08112544245atau marketplace Hamzah Batik desty.page/hamzahbatikofficial.

Hamzah Batik Malioboro buka setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 24.00 WIB, hadir sebagai pusat oleh-oleh di Jogja yang terlengkap.

Hamzah Batik tidak hanya sekadar toko batik dan oleh-oleh melainkan sebagai pusat aksi, atraksi, dan edukasi budaya Jawa sebagai pusat oleh oleh di Jogja, menyediakan aneka oleh-oleh jadul dan kekinian, pernak pernik khas Jawa salah satunya teko dan cangkir blirik. Hamzah Batik juga menyediakan fasilitas Belajar Batik Asik yang bisa diikuti semua kalangan usia.

Sejarah gudeg di atas cukup menarik untuk disimak dan jangan lupa untuk mencicipi kuliner khas Jogja satu ini.***