Sumbu filosofi Yogyakarta menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota wisata dan budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumbu filosofi Yogyakarta merupakan simbol yang menggambarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, sesame manusia dan alam.
Oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, sumbu filosofi Yogyakarta ini menjadi konsep penataan tata ruang Keraton Yogyakarta sebuah perwujudan dari Simbol Daur Hidup Manusia.
Asal Muasal Sumbu Filosofi Yogyakarta
Dilansir dari kratonjogja.id pada 1755, Sri Sultan Hamengku Buwono I yang juga dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, mulai membangun Kota Yogyakarta.
Perwujudan konsep ke dalam tata ruang Kota Yogyakarta dihasilkan dari proses menep atau perjalanan hidup Pangeran Mangkubumi.
Beliau dilahirkan sebagai Putra Raja Mataram, Sunan Amangkurat IV, Pangeran Mangkubumi tumbuh di lingkungan Keraton Kartasura.
Disebabkan adanya perpindahan lokasi istana, Pangeran Mangkubumi pun mengetahui seluk beluk tentang Keraton Surakarta.
Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan konsepsi Jawa dengan mengacu pada bentang alam yang ada, yaitu gunung, laut, sungai, dan daratan.
Sri Sultan Hamengku Buwono I dalam membangun keraton memiliki prinsip utama yang dijadikannya dasar, yaitu konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono. Yang memiliki makna membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).
Konsep itulah yang kemudian diejawantahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan Laut Selatan dan Gunung Merapi sebagai poros. Lokasi pembangunannya pun dipilih berdekatan dengan sumber mata air Umbul Pacethokan.
Adapun kontur tanah wilayah bangunan Keraton lebih tinggi, bagaikan di atas pungging kura-kura, dengan diapit oleh 6 sungai, 3 di bagian wilayah timur, dan 3 di barat. Sehingga bebas dari banjir.
Selain berfungsi sebagai perindang, ragam vegatasi ditanam di sekitar keraton sebagai media menambatkan makna kehidupan.
Berlawanan dengan Asumsi Umum
Bertolak belakang dengan asumsi umum selamana ini. Dijelaskan dalam kratonjogja.id bahwa sebenarnya Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi tidak berada dalam satu garis lurus. Karena hal tersebut, poros bentang alam ketiganya disebut sebagai sumbu imajiner.
Sumbu nyata yang membentang utara selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong Gilig, Keraton, dan Panggung Krapyak. Di dalamnya menggambarkan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi.
Perjalanan dari Pangging Krapyak menuju Keraton itulah yang mewakili makna sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju Keraton, bermakna paran (tujuan), yaitu perjalanan manusia menuju Penciptanya.
Atau ada pula yang memaknai konsep Sangkan Paraning Dumadi ini diwujudkan dalam alur filosofi Sangkaning Dumadi yaitu Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta yang bermakna proses kelahiran menuju kedewasaan.
Menurut tradisi kraton kedua konsep itu berkaitan, sebab sultan memelihara rusa di kawasan tertutup, memiliki makna yang sama dengan Allah menhan jiwa-jiwa yang belum diciptakan hingga saatnya nanti tepat untuk mereka turun ke dunia.
Secara simbolik Panggung Krapyak merupakan titik awal sumbu filosofis sangkan paraning dumadi. Panggung Karpyak Kraton adalah sumbu sangkaning dumadi.
Selanjutnya, paraning dumadi yang disimbolkan Tugu Pal Putih menuju Keraton Yogyakarta memiliki arti manusia telah kembali dan manunggal dengan penciptanya atau Manunggaling Kawula lan Gusti.
Tugu Pal Putih yang letaknya di sebelah utara Keratin ini dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1755. Pada saat awal berdirinya, tugu ini dikenal dengan nama Tugu Golong Gilig karena bentuk puncaknya berbentuk golong (bulat), sedangkan tiangnya berbentuk gili (silinder).
Goling Gilig juga melambangkan bersatunya rakyat dengan raja dan manusia dengan Sang Pencipta. Tugu yang mulanya memiliki tinggi 25 meter ini berfungsi sebagai tetenger (penanda) kota dan barometer arah saat Sri Sultan Hamengku Buwono I melakukan meditasi di Bangsal Manguntur Tangkil.
Diketahui, Tugu Golong Gilig ini sempat runtuh ketika gempa bumi pada 10 Juni 1867. Akhirnya pada 1889 Tugu dibangun kembali dengan bentuk dan tinggi yang berbeda. Bentuk tugu berubah dari bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi prasasti yang menunjukkan personalia yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tidak berbentuk bulat, melainkan berbentuk kerucut spiral yang meruncing.
Makna filosofis Tugu Pal Putih yaitu langkah pertama menuju ke alam keabadian. Secara simbolik Tugu Pal Putih merupakan bagian penting dari konsep Sangkan Paraning Dumadi, tiga susunan sumbu silosofi (Panggung Krapyak-Kraton-Tugu).
Nilai filosofis Tugu Pal Putih ini merupakan cerita awal perjalanan manusia menghadap Sang Pencipta. Tugu Golong-Gilig mengandung makna spiritual. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dari bentuk tugu yang secara simbolik memberkan kesadaran kepada umat agar bersatu dalam kebersamaan menuju Sang Pencipta. Dalam bahasa jawa disebut Manunggaling Kawula Kalawan Gusti.
Dan Jalan Margatama (jalan menuju keutamaan) ke arah selatan melalui Malioboro dan terus melalui Margamulya lalu melalui Pangarukan (mengusir nafsu negatif). Sedangkan keberadaan kompleks Kepatihan dan pasar Beringharjo melambangkan godaan kekuasaan dan godaan harta yang harus dihindari oleh manusia.
Jogja Sebagai Tempat Wisata dan Budaya
Begitu banyak tempat wisata di Yogyakarta, mulai dari wisata belanja, budaya, alam pantai, dan pegunungan. Untuk wisata belanja dan budaya sekaligus, Anda tidak usah bingung lagi untuk menentukan tempatnya. Karena semua tersedia tersaji menjadi satu dalam satu tempat di Hamzah Batik Malioboro.
Hamzah Batik terus berkomitmen dalam memberikan suguhan dan pengenalan budaya asli Yogyakarta pada wisatawan domestik bahkan mancanegara yang digelar terus menerus.
Dengan demikian, akan semakin mampu dalam upaya memperkuat identitas Yogyakarta sebagai kota budaya.
Hamzah Batik Malioboro buka mulai pukul 07.00 hingga 24.00 WIB ini, mengajak wisatawan tidak hanya sekadar berwisata belanja, tetapi juga belajar budaya Jawa.
Setiap hari bahkan setiap bulannya Hamzah Batik Malioboro memiliki jadwal rutin untuk menggelar ragam aksi atraksi pertunjukan seni di dalam Gedung maupun di pelataran Gedung Hamzah Batik Malioboro.
Ragam pertunjukan seni yang dapat disaksikan Juli 2023 ini di antaranya; Raminten Cabaret Show, Tari Klasik Jogja, Caos Dhahar, Sabtu Kliwon, Live Musik Sitter, dan lain sebagainya.
Anda pun tidak perlu bingung lagi mencari hiburan yang mengesankan selama berlibur di Jogja. Karena cukup datang di Hamzah Batik Malioboro dan akan mendapatkan ragam wisata dalam satu tempat.
Informasi lengkap dan ter-update jadwal pertunjukan seni Hamzah Batik Malioboro, bisa dengan mem-follow Instagram @hamzahbatikofficial.
Untuk pemesanan tiket, khusus pertunjukan seni Sendratari Sang Hanoman dan Raminten Cabaret Show bisa dipesan online melalui 08112544239 – 08112544245.
Hamzah Batik Malioboro hadir sebagai pusat oleh-oleh di Jogja terlengkap. Juga sebagai pusat aksi, atraksi, dan edukasi budaya Jawa.
Hamzah Batik terus berkomitmen menjadi tempat wisata budaya sekaligus belanja di Jogja yang bisa menjadi destinasi wisata andalan para wisatawan.
Puas berwisata budaya dengan mengenal lebih jauh sumbu filosofi Yogyakarta, saatnya puas belanja oleh-oleh, karena ada banyak promo belanja menarik selama Juli 2023 ini di Hamzah Batik Malioboro. Kami nantikan kunjungan Anda.***
Referensi:
kratonjogja.id/tata-rakiting/21-sumbu-filosofi-yogyakarta-pengejawantahan-asal-dan-tujuan-hidup/